Mengatasi Diskriminasi Terhadap Penderita Kusta: Membangun Kesadaran dan Penerimaan di Masyarakat
Kusta juga dikenal sebagai lepra telah menjadi penyakit yang mempengaruhi manusia sejak lama. Meskipun ada kemajuan dalam pengobatan dan pengendalian kusta, stigma terhadap penyakit ini masih menghantui masyarakat.
Di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia, kusta masih dianggap sebagai penyakit yang menakutkan bahkan memalukan. Stigma sosial yang melekat pada kusta telah menghasilkan diskriminasi dan isolasi terhadap penderitanya. Masyarakat sering kali mengasosiasikan penyakit ini dengan ketidakberuntungan, kutukan, atau hukuman atas perbuatan masa lalu.
Akibat stigma yang ada, penderita kusta sering menghadapi pengucilan sosial. Mereka dijauhi oleh keluarga, teman, dan bahkan masyarakat luas. Kehidupan mereka dipenuhi dengan rasa malu, keputusasaan, dan ketidakadilan. Stigma ini bukan hanya berdampak pada aspek sosial, tetapi juga mempengaruhi kesejahteraan emosional dan mental penderita kusta.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah kasus kusta terbanyak di dunia. Bayangkan saja, kasus kusta di negara kita mengalami stagnansi selama 10 tahun terakhir dengan jumlah mencapai 18.000 kasus. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat kasus kusta tertinggi ketiga di dunia.
Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya angka kasus kusta di Indonesia adalah kurangnya kesadaran masyarakat tentang penyakit ini. Akibat stigma dan diskriminasi yang melekat, membuat banyak orang enggan mencari perawatan medis atau melaporkan gejala-gejala yang mereka alami. Akibatnya, infeksi kusta dapat menyebar tanpa terdeteksi, memperburuk situasi dan memperbesar risiko penularan.
Apalagi, kusta merupakan salah satu penyakit yang bisa menimbulkan disabilitas, pada tahun 2017 saja, angka disabilitas akibat kusta masih menyacapai 6,6 orang per 1.000.000 penduduk. Padahal, pemerintah mempunyai target angka disabilitas kusta kurang dari satu orang per 1.000.000 penduduk.
Upaya Pengendalian Kusta di Indonesia
Meskipun banyak tantangan yang dihadapi dalam mengendalikan kusta di Indonesia, pemerintah, organisasi kesehatan, dan juga berbagai elemen masyarakat telah berkomitmen untuk mengurangi beban penyakit ini melalui sejumlah upaya dan program yang berkelanjutan.
Beberapa waktu lalu NLR Indonesia baru saja melakukan Roadshow Leprosy ke Slawi Kabupaten Tegal. Roadshow ini tentunya melibatkan Babinsa dan juga PKK, tujuan dari Roadshow Leprosy untuk membuka ruang serta berbagi informasi dan meningkatkan kesadaran kepada masyarakat tentang penyakit kusta.
Selain itu juga pada Rabu, 14 Juni 2023 diadakan Talkshow Ruang Publik KBR yang disiarkan dari channel youtube Berita KBR yang merupakan dari project Ruang Publik KBR suara untuk Indonesia bebas dari kusta suka, yang dipersembahkan oleh NLR Indonesia.
Pembicara dari Talkshow Ruang Publik KBR adalah Kapten Inf. Shokib Setiadi (Pasiter Kodim 0712/Tegal) dan juga Elly Novita, S.kM, MM (Ketua Pokja 4 TPPKK Kabupaten Tegal).
Dengan adanya Roadshow Leprosy yang melibatkan Babinsa dan juga PKK diharapkan bisa berdampak positif untuk pengendalian kusta di masyarakat.
Pentingnya Mengilangkan Stigma Terhadap Penderita Kusta di Masyarakat
Menghilangkan stigma terhadap kusta merupakan langkah penting dalam memperbaiki kehidupan penderita dan menghentikan penyebaran penyakit ini.
Anggapan yang keliaru di masyarakat tentang kusta yang cepat menular serta banyaknya berita hoax yang mudah sekali ditelan mentah-mentah. Menjadi tantangan tersendiri dalam mengedukasi masyarakat agar mereka lebih paham akan kusta.
Pertanyaan menarik muncul pada saat live Talkshow Ruang Publik KBR, “Bagaimana pendekatan kepada masyarakat untuk edukasi dan menyadarkan kalau penyakit kusta ini bukanlah penyakit kutukan dan sebagainya, terkait stigma yang ada?
Pertanyaan tersebut langsung dijawab oleh Kapten Inf. Shokib Setiadi. Beliau mengatakan kalau “pendekatan khusus dari Babinsa terkait edukasi kusta adalah dengan menggunakan metode pembinaan teritorial. Jadi, di dalam metode ini pembinaan kepada masyarakat salah satunya dengan komsos (komunikasi sosial), kepada seluruh warga masyarakat binaan di wilayah.
Justru dengan kita melaksanakan komsos, kegiatan yang rileks, kemudian komunikasi serta diskusi dengan masyarakat itu, masyarakat akan mengungkapkan dengan sendirinya, kalau mereka memiliki penyakit kusta.
Melalui kegiatan diskusi kegiatan komsos ini, akhirnya terbuka masyarakat dan akan banyak curhatan kalau mereka mengalami kusta. kemudian setelah itu babinsa memberikan edukasi kepada para pengidap kusta untuk bisa berobat ke puskesmas terdekat”.
Sedangkan jawaban dari Ibu Elly Novita, S.kM, MM. “Untuk pendekatannya kita juga tidak mengabaikan peran serta tokoh masyarakat dan tokoh agama, karena itu sangat penting. Karena peran tokoh masyarakat dan tokoh agama punya pengaruh yang sangat kuat, karena perkataan mereka lebih dipahami oleh masyarakat. Biasanya bisa lewat pengajian atau kegiatan-kegiatan lainnya”.
Kesimpulannya
Penyakit kusta di masyarakat merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi. Menghilangkan stigma terhadap kusta adalah tanggung jawab kita bersama.
Dengan meningkatkan pemahaman, mengedukasi masyarakat, dan mempromosikan empati, kita dapat menciptakan lingkungan di mana penderita kusta dapat hidup dengan martabat dan mendapatkan perlindungan yang setara.
Masyarakat harus memahami bahwa kusta merupakan penyakit yang dapat disembuhkan, dan penderita kusta adalah manusia yang berhak atas hak-hak yang sama seperti orang lain.
Apalagi, penderita kusta dapat berobat secara gratis ke puskesmas terdekat. Selain itu juga, kita harus berkomitmen untuk membantu mereka mengatasi stigma dan membangun masyarakat yang inklusif, di mana setiap individu diperlakukan dengan adil dan hormat.
Hanya dengan bekerja sama, kita dapat mengakhiri penyakit kusta di masyarakat dan menciptakan dunia yang lebih baik untuk semua orang.
Lama tidak mendengar kasus penyakit kusta dan tidak ada penderita kusta di sekitar kita bukan berarti penyakit ini sudah tidak ada ya, Bang. Makasih informasinya.
Betul, banyak penderita yang enggan berobat karena malu dsb, harus lebih disosialisasikan agar mereka tidak malu untuk berobat. Apalagi penderita kusta bisa berobat dengan gratis ke puskesmas terdekat.